Senin, 05 Desember 2016

CIRI POKOK ILMU





CIRI POKOK ILMU

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu:
Dede Husni Mubarok, SHI. M. Pd. I

Disusun oleh:
Asep Bagja Nurhidayat
Didi Sutardi
Eva Masrifah
Ilyas Ruchiat


PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
CIAMIS- JAWA BARAT
 2016


DAFTAR ISI

DAFTAR IS……………………………………………………………………………....i

BAB I PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah...................................................................................... 1

B.  Rumusan Masalah............................................................................................... 2

C.  Tujuan Makalah................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A.  Sistematisasi Ilmu............................................................................................... 3

B.  Keumuman Ilmu................................................................................................. 4

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.............................................................................................................. 6

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Berbicara tentang ilmu tidak bisa terlepas dari pembicaraan tentang pengetahuan karena keduanya berhubungan erat. Menurut Rinjin (1997 : 57-58), ilmu merupakan keseluruhan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan logis dan bukanlah sekadar kumpulan fakta, tetapi pengetahuan yang mempersyaratkan objek, metoda, teori, hukum, atau prinsip.[1]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara tersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Sedangkan beberapa ahli filsafat maupun pendidikan mendefinisakan ilmu itu sebagai berikut: 1) ilmu pengetahuan adalah penguasaan lingkungan hidup manusia, 2) ilmu pengetahuan adalah rangkaian ide-ide dan informasi yang menyangkut akal budi.[2]
Ilmu merupakan salah satu pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Dengan dibekali akal pikiran, manusia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan yang ia inginkan, dengan cara ia bersungguh-sungguh untuk mencari ilmu tersebut.
Sebagaimana didalam Al-Qur’an juga bahwa mecari ilmu juga merupakan suatu kewajiban.
تَعْلَمُونَلا كُنْتُمْ إِنْ الذِّكْرِ أَهْلَ فَاسْأَلُوا
Artinya: “Maka bertanyalah kamu kepada ahli ilmu jika kamu tidak tahu.” (Q.S. An-Nahl: 43)[3]
Ada juga peribahasa yang mengatakan carilah ilmu walaupun sampai kenegeri Cina. Karena ilmu itu merupakan pengetahuan yang berobjek, bersistem, bermetode, rasional, dan universal, maka dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki kita dapat memenuhi segala keinginan kita baik itu berupa kepuasan material maupun kebahagiaan immaterial (bathiniah). Oleh karena itu   Dengan ilmu manusia akan hidup lebih terarah, hidup tanpa ilmu bagaikan mobil tak bersetir.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menyusun makalah dengan judul         “ Ciri-ciri Pokok Ilmu”.


B.  Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, dirumuskan dua masalah pokok, yaitu:
1.    Apa itu sistematisasi ilmu?
2.    Apa itu keumuman ilmu?

C.  Tujuan Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini penulis memiliki beberapa tujuan, diantaranya:
1.    Untuk mengetahui apa itu sistematisasi ilmu
2.    Untuk mengetahui apa itu keumuman ilmu



BAB II
PEMBAHASAN

Ilmu merupakan pengetahuan yang memiliki karakteristik tertentu sehingga dapat dibedakan dengan pengetahuan-pengetahuan yang lain. Adapun ciri-ciri pokok ilmu diantaranya adalah sebagi berikut.

A.  Sistematisasi Ilmu
Sistematisasi memiliki arti bahwa pengetahuan ilmiah tersusun sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara fungsional.[4]
Ilmu pengetahuan ilmiah bersifat sistematis artinya ilmu pengetahuan ilmiah dalam upaya menjelaskan setiap gejala selalu berlandaskan suatu teori. Atau dapat dikatakan bahwa teori dipergunakan sebagai sarana untuk menjelaskan gejala dari kehidupan sehari-hari. Tetapi teori itu sendiri bersifat abstrak dan merupakan puncak piramida dari susunan tahap-tahap proses mulai dari persepsi sehari-hari/ bahasa sehari-hari, observasi/ konsep ilmiah, hipotesis, hukum dan puncaknya adalah teori.[5]
a)    Persepsi sehari-hari (bahasa sehari-hari).
Dari persepsi sehari-hari terhadap fenomena atau fakta yang biasanya disampaikan dalam bahasa sehari-hari diobservasi agar dihasilkan makna. Dari observasi ini akan dihasilkan konsep ilmiah.
b)    Observasi (konsep ilmiah).
Untuk memperoleh konsep ilmiah atau menyusun konsep ilmiah perlu ada definisi. Dalam menyusun definisi perlu diperhatikan bahwa dalam definisi tidak boleh terdapat kata yang didefinisikan. Terdapat 2 (dua) jenis definisi, yaitu: definisi sejati dan definisi nir-sejati.
Definisi sejati dapat diklasifikasikan dalam:
1)   Definisi Leksikal. Definisi ini dapat ditemukan dalam kamus, yang biasanya bersifat deskriptif/ menggambarkan.
2)   Definisi Stipulatif. Definisi ini disusun berkaitan dengan tujuan tertentu. Dengan demikian tidak dapat dinyatakan apakah definisi tersebut benar atau salah. Benar atau salah tidak menjadi masalah, tetapi yang penting adalah konsisten (taat asas). Contoh adalah pernyataan dalam Akta Notaris: Dalam Perjanjian ini si A disebut sebagai Pihak Pertama, si B disebut sebagai Pihak Kedua.
3)   Definisi Operasional. Definisi ini biasanya berkaitan dengan pengukuran (assessment) yang banyak dipergunakan oleh ilmu pengetahuan ilmiah. Definisi ini memiliki kekurangan karena seringkali apa yang didefinisikan terdapat atau disebut dalam definisi, sehingga terjadi pengulangan. Contoh: ”Yang dimaksud inteligensi dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang yang dinyatakan dengan skor tes inteligensi”.
4)    Definisi Teoritis. Definisi ini menjelaskan sesuatu fakta atau fenomena atau istilah berdasarkan teori tertentu. Contoh: Untuk mendefinisikan Superego, lalu menggunakan teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud.
Definisi nir-sejati dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1)   Definisi Ostensif. Definisi ini menjelaskan sesuatu dengan menunjuk barangnya. Contoh: Ini gunting.
2)   Definisi Persuasif. Definisi yang mengandung pada anjuran (persuasif). Dalam definisi ini terkandung anjuran agar orang melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Contoh: ”Membunuh adalah tindakan menghabisi nyawa secara tidak terpuji”. Dalam definisi tersebut secara implisit terkandung anjuran agar orang tidak membunuh, karena tidak baik (berdosa menurut Agama apapun).
c)    Hipotesis: dari konsep ilmiah yang merupakan pernyataan-pernyataan yang mengandung informasi, dua pernyataan digabung menjadi proposisi. Proposisi yang perlu diuji kebenarannya disebut hipotesis.
d)   Hukum: hipotesis yang sudah diuji kebenarannya disebut dalil atau hukum.
e)    Teori: keseluruhan dalil-dalil atau hukum-hukum yang tidak bertentangan satu sama lain serta dapat menjelaskan fenomena disebut teori.

B.  Keumuman Ilmu (Universal)
Ciri keumuman menunjuk pada kualitas pengetahuan ilmiah untuk merangkum berbagai fenomena yang senantiasa makin luas dengan penentuan konsep-konsep yang paling umum dalam pembahasannya.[6]
Ilmu pengetahuan berlaku secara luas tanpa mengenal batas wilayah dan batas generasi bahkan kepercayaan (agama), sehingga pengembangan ilmu pengetahuan dapat berlangsung diberbagai negara di belahan bumi ini.[7]
Ilmu pengetahuan harus bersifat umum artinya kebenaran yang dihasilkan ilmu pengetahuan dapat diperiksa oleh para peninjau ilmiah dan dapat dipelajari atau diikuti secara umum serta dapat diajarkan secara umum pula. Kebenaran ilmu tidak bersifat rahasia tetapi memiliki nilai sosial sehingga kewibawaan ilmiah didapat setelah hasil itu diketahui, diselidiki dan dibenarkan veliditasnya oleh sebanyak mungkin ahli dalam bidang ilmu tesebut.[8]
Ilmu mesti bersifat umum atau general, karena hakikat ilmu adalah merangkum berbagai fenomena yang luas. Konsep-konsep yang dirumuskan, yang digunakan untuk menjelaskan suatu objek juga dapat diberlakukan secara luas atau umum,  baik dalam pembahasannya maupun dalam penerapannya. Di dalam ilmu manajemen, misalnya, jika di dalamnya berisi penjelasan bagaimana seharusnya seorang manager mengelola (merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol) suatu bisnis, maka penjelasan yang baik harus mengandung konsep-konsep yang berlaku untuk bisnis tertentu maupun bisnis yang lain.
Di atas dikatakan bahwa bentuk-bentuk dan isi pernyataan ilmu harus bersifat sistematis, karena pengetahuan ilmu selalu tersusun dalam satu kesatuan sistemik. Namun, tidak semua bentuk dan isi pernyataan yang sistematis dapat serta merta disebut ilmu. Contoh konkrit mengenai hal ini adalah buku petunjuk telepon, yang tersusun secara sistematis. Bentuk dan isi pernyataan yang ada di dalam buku petunjuk telepon tidak dapat dikatakan sebagai pengetahuan ilmu, walaupun salah satu ciri pokok pengetahuan ilmu adalah sistematis. Karena, bentuk dan isi pernyataan yang ada di dalam buku petunjuk telepon sama sekali tidak ada ciri keumumannya. Kumpulan informasi di dalam buku itu hanya menunjuk pada orang-orang tertentu, nomor tertentu, alamat tertentu, dan hal-hal tertentu yang lain.[9]

 

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di muka, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.    Sistematisasi memiliki arti bahwa pengetahuan ilmiah tersusun sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara fungsional. Ilmu pengetahuan ilmiah bersifat sistematis artinya ilmu pengetahuan ilmiah dalam upaya menjelaskan setiap gejala selalu berlandaskan suatu teori.
2.    Ciri keumuman menunjuk pada kualitas pengetahuan ilmiah untuk merangkum berbagai fenomena yang senantiasa makin luas dengan penentuan konsep-konsep yang paling umum dalam pembahasannya. Ilmu pengetahuan berlaku secara luas tanpa mengenal batas wilayah dan batas generasi bahkan kepercayaan (agama), sehingga pengembangan ilmu pengetahuan dapat berlangsung diberbagai negara di belahan bumi ini.




[1] Drs. Kuntjojo,M.Pd, FILSAFAT ILMU, (Kediri, Uninus PGRI, 2009), hal. 11
[2] Ridwan Affandi, Ilmu sebagai Lentera Kehidupan, (Bogor: IPB Press, 2006), hal.3
[3] Ibid. hal. 27
[4] Drs. Kuntjojo,M.Pd, FILSAFAT ILMU, (Kediri, Uninus PGRI, 2009), hal. 19
[6] Drs. Kuntjojo,M.Pd, FILSAFAT ILMU, (Kediri, Uninus PGRI, 2009), hal. 19
[7] Ridwan Affandi, Ilmu sebagai Lentera Kehidupan, (Bogor: IPB Press, 2006), hal. 5
[9] Diakses dari: http://denis-aji.blogspot.co.id/2012/05/bangunan-ilmu.html?=1 tanggal 06 April 2016 13:26