CIRI
POKOK ILMU
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu:
Dede Husni Mubarok, SHI. M. Pd. I
Disusun oleh:
Asep Bagja
Nurhidayat
Didi
Sutardi
Eva
Masrifah
Ilyas
Ruchiat
PENDIDIKAN GURU
MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM DARUSSALAM
CIAMIS- JAWA
BARAT
2016
DAFTAR ISI
DAFTAR IS……………………………………………………………………………....i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
C. Tujuan Makalah................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sistematisasi Ilmu............................................................................................... 3
B. Keumuman Ilmu................................................................................................. 4
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.............................................................................................................. 6
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara
tentang ilmu tidak bisa terlepas dari pembicaraan tentang pengetahuan karena
keduanya berhubungan erat. Menurut Rinjin (1997 : 57-58), ilmu merupakan
keseluruhan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan logis dan bukanlah
sekadar kumpulan fakta, tetapi pengetahuan yang mempersyaratkan objek, metoda,
teori, hukum, atau prinsip.[1]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), ilmu adalah pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara tersistem menurut metode-metode
tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di
bidang (pengetahuan) itu. Sedangkan beberapa ahli filsafat maupun pendidikan
mendefinisakan ilmu itu sebagai berikut: 1) ilmu pengetahuan adalah penguasaan
lingkungan hidup manusia, 2) ilmu pengetahuan adalah rangkaian ide-ide dan
informasi yang menyangkut akal budi.[2]
Ilmu merupakan salah satu pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya.
Dengan dibekali akal pikiran, manusia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan
yang ia inginkan, dengan cara ia bersungguh-sungguh untuk mencari ilmu
tersebut.
Sebagaimana didalam Al-Qur’an juga bahwa mecari ilmu juga merupakan suatu
kewajiban.
تَعْلَمُونَلا كُنْتُمْ إِنْ الذِّكْرِ أَهْلَ فَاسْأَلُوا
Artinya: “Maka
bertanyalah kamu kepada ahli ilmu jika kamu tidak tahu.” (Q.S. An-Nahl: 43)[3]
Ada juga peribahasa yang mengatakan carilah ilmu walaupun sampai kenegeri
Cina. Karena ilmu itu merupakan pengetahuan yang berobjek, bersistem,
bermetode, rasional, dan universal, maka dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki kita
dapat memenuhi segala keinginan kita baik itu berupa kepuasan material maupun
kebahagiaan immaterial (bathiniah). Oleh karena itu Dengan
ilmu manusia akan hidup lebih terarah, hidup tanpa ilmu bagaikan mobil tak bersetir.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menyusun makalah dengan
judul “ Ciri-ciri Pokok Ilmu”.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, dirumuskan dua masalah pokok, yaitu:
1. Apa
itu sistematisasi ilmu?
2. Apa
itu keumuman ilmu?
C. Tujuan Penulisan
Dalam
penyusunan makalah ini penulis memiliki beberapa tujuan, diantaranya:
1.
Untuk mengetahui apa itu sistematisasi ilmu
2.
Untuk mengetahui apa itu keumuman ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
Ilmu merupakan
pengetahuan yang memiliki karakteristik tertentu sehingga dapat dibedakan dengan
pengetahuan-pengetahuan yang lain. Adapun ciri-ciri pokok ilmu diantaranya adalah
sebagi berikut.
A. Sistematisasi Ilmu
Sistematisasi memiliki arti bahwa
pengetahuan ilmiah tersusun sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat
pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara fungsional.[4]
Ilmu pengetahuan ilmiah bersifat
sistematis artinya ilmu pengetahuan ilmiah dalam upaya menjelaskan setiap
gejala selalu berlandaskan suatu teori. Atau dapat dikatakan bahwa teori
dipergunakan sebagai sarana untuk menjelaskan gejala dari kehidupan
sehari-hari. Tetapi teori itu sendiri bersifat abstrak dan merupakan puncak
piramida dari susunan tahap-tahap proses mulai dari persepsi sehari-hari/
bahasa sehari-hari, observasi/ konsep ilmiah, hipotesis, hukum dan puncaknya adalah teori.[5]
a)
Persepsi
sehari-hari (bahasa sehari-hari).
Dari persepsi
sehari-hari terhadap fenomena atau fakta yang biasanya disampaikan dalam bahasa
sehari-hari diobservasi agar dihasilkan makna. Dari observasi ini akan
dihasilkan konsep ilmiah.
b)
Observasi (konsep ilmiah).
Untuk
memperoleh konsep ilmiah atau
menyusun konsep ilmiah perlu ada definisi. Dalam menyusun definisi perlu
diperhatikan bahwa dalam definisi tidak boleh terdapat kata yang didefinisikan. Terdapat 2 (dua) jenis definisi,
yaitu: definisi sejati dan definisi nir-sejati.
Definisi sejati
dapat diklasifikasikan dalam:
1)
Definisi Leksikal. Definisi ini dapat ditemukan dalam kamus, yang biasanya bersifat
deskriptif/ menggambarkan.
2)
Definisi Stipulatif. Definisi ini disusun berkaitan dengan tujuan tertentu. Dengan demikian
tidak dapat dinyatakan apakah definisi tersebut benar atau salah. Benar atau
salah tidak menjadi masalah, tetapi yang penting adalah konsisten (taat asas).
Contoh adalah pernyataan dalam Akta Notaris: Dalam Perjanjian ini si A disebut
sebagai Pihak Pertama, si B disebut sebagai Pihak Kedua.
3)
Definisi Operasional. Definisi ini biasanya berkaitan dengan pengukuran (assessment) yang banyak dipergunakan oleh ilmu pengetahuan ilmiah.
Definisi ini memiliki kekurangan karena seringkali apa yang didefinisikan
terdapat atau disebut dalam definisi, sehingga terjadi pengulangan. Contoh:
”Yang dimaksud inteligensi dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang yang
dinyatakan dengan skor tes inteligensi”.
4)
Definisi Teoritis. Definisi ini menjelaskan sesuatu fakta atau fenomena atau istilah
berdasarkan teori tertentu. Contoh: Untuk mendefinisikan Superego, lalu
menggunakan teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud.
Definisi nir-sejati dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu:
1)
Definisi Ostensif. Definisi ini menjelaskan sesuatu dengan menunjuk barangnya. Contoh: Ini
gunting.
2)
Definisi Persuasif. Definisi yang mengandung pada anjuran (persuasif). Dalam definisi ini
terkandung anjuran agar orang melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Contoh:
”Membunuh adalah tindakan menghabisi nyawa secara tidak terpuji”. Dalam
definisi tersebut secara implisit terkandung anjuran agar orang tidak membunuh,
karena tidak baik (berdosa menurut Agama apapun).
c)
Hipotesis: dari konsep
ilmiah yang merupakan pernyataan-pernyataan yang mengandung informasi, dua
pernyataan digabung menjadi proposisi.
Proposisi yang perlu diuji kebenarannya disebut hipotesis.
d)
Hukum:
hipotesis yang sudah diuji kebenarannya disebut dalil atau hukum.
e)
Teori:
keseluruhan dalil-dalil atau hukum-hukum yang tidak bertentangan satu sama lain
serta dapat menjelaskan fenomena disebut teori.
B. Keumuman Ilmu (Universal)
Ciri keumuman menunjuk pada
kualitas pengetahuan ilmiah untuk merangkum berbagai fenomena yang senantiasa
makin luas dengan penentuan konsep-konsep yang paling umum dalam pembahasannya.[6]
Ilmu pengetahuan berlaku secara luas
tanpa mengenal batas wilayah dan batas generasi bahkan kepercayaan (agama),
sehingga pengembangan ilmu pengetahuan dapat berlangsung diberbagai negara di
belahan bumi ini.[7]
Ilmu pengetahuan harus bersifat umum artinya kebenaran yang dihasilkan
ilmu pengetahuan dapat diperiksa oleh para peninjau ilmiah dan dapat dipelajari
atau diikuti secara umum serta dapat diajarkan secara umum pula. Kebenaran ilmu
tidak bersifat rahasia tetapi memiliki nilai sosial sehingga kewibawaan ilmiah
didapat setelah hasil itu diketahui, diselidiki dan dibenarkan veliditasnya
oleh sebanyak mungkin ahli dalam bidang ilmu tesebut.[8]
Ilmu mesti bersifat umum atau
general, karena hakikat ilmu adalah merangkum berbagai fenomena yang luas.
Konsep-konsep yang dirumuskan, yang digunakan untuk menjelaskan suatu objek
juga dapat diberlakukan secara luas atau umum, baik dalam pembahasannya
maupun dalam penerapannya. Di dalam ilmu manajemen, misalnya, jika di dalamnya
berisi penjelasan bagaimana seharusnya seorang manager mengelola
(merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol) suatu bisnis, maka
penjelasan yang baik harus mengandung konsep-konsep yang berlaku untuk bisnis
tertentu maupun bisnis yang lain.
Di atas dikatakan bahwa
bentuk-bentuk dan isi pernyataan ilmu harus bersifat sistematis, karena
pengetahuan ilmu selalu tersusun dalam satu kesatuan sistemik. Namun, tidak
semua bentuk dan isi pernyataan yang sistematis dapat serta merta disebut ilmu.
Contoh konkrit mengenai hal ini adalah buku petunjuk telepon, yang tersusun
secara sistematis. Bentuk dan isi pernyataan yang ada di dalam buku petunjuk
telepon tidak dapat dikatakan sebagai pengetahuan ilmu, walaupun salah satu
ciri pokok pengetahuan ilmu adalah sistematis. Karena, bentuk dan isi
pernyataan yang ada di dalam buku petunjuk telepon sama sekali tidak ada ciri
keumumannya. Kumpulan informasi di dalam buku itu hanya menunjuk pada
orang-orang tertentu, nomor tertentu, alamat tertentu, dan hal-hal tertentu
yang lain.[9]
BAB
III
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di muka, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sistematisasi
memiliki arti bahwa pengetahuan ilmiah tersusun sebagai suatu sistem yang di
dalamnya terdapat pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara fungsional. Ilmu pengetahuan ilmiah bersifat sistematis
artinya ilmu pengetahuan ilmiah dalam upaya menjelaskan setiap gejala selalu
berlandaskan suatu teori.
2. Ciri
keumuman menunjuk pada kualitas pengetahuan ilmiah untuk merangkum berbagai
fenomena yang senantiasa makin luas dengan penentuan konsep-konsep yang paling
umum dalam pembahasannya. Ilmu pengetahuan berlaku secara
luas tanpa mengenal batas wilayah dan batas generasi bahkan kepercayaan
(agama), sehingga pengembangan ilmu pengetahuan dapat berlangsung diberbagai
negara di belahan bumi ini.
[2]
Ridwan Affandi, Ilmu sebagai Lentera
Kehidupan, (Bogor: IPB Press, 2006), hal.3
[3]
Ibid. hal. 27
[5]
Diakses dari http://nasrikurnialloh.blogspot.co/2013/12/ciri-ciri-ilmu-pengetahuan.html?=1
tanggal 06 April 2016 pukul 09:45
[7]
Ridwan Affandi, Ilmu sebagai Lentera
Kehidupan, (Bogor: IPB Press, 2006), hal. 5
[8]Diakses
dari: http://lewokedaerik.blogspot.co.id/2013/11/sifat-ilmu-pengetahuan.html?=1
tanggal 06 April 2016 pukul:11:30
[9] Diakses dari: http://denis-aji.blogspot.co.id/2012/05/bangunan-ilmu.html?=1 tanggal 06 April 2016 13:26